TUGAS SOFTSKILL
Aspek Hukum
Dalam Ekonomi
“Penyelesaian
Sangketa Masalah Ekonomi Dalam Mediasi”
Kelas : 2EB07
Dosen : Ibu Tuti
Kelomopok 8
: 1. Nurul Shafira
2. Mahessa Alia
Rosaline
3. Nuzhah
Yokatta Putra Firm
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI – AKUNTANSI
Contoh
Kasus tentang penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan
masalah perekonomian secara mediasi
Pendahuluan
Perbankan
merupakan bisnis kepercayaan. Integritas penyelenggara menjadi nilai jual
paling unggul bagi perbankan untuk dapat mengumpulkan dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali. Dalam perjalanannya, industri perbankan diwarnai dengan
konsep syariah. Secara awam, masyarakat berasumsi dapat mengisi penuh
pundi-pundi mereka dengan tangan kiri sekaligus menggenggam kunci surga dengan tangan
kanan. Walhasil, animo masyarakat terhadap konsep ini membludak.
Patut
diperhatikan, prestasi perekonomian syariah cukup membanggakan. Salah satu
indikatornya adalah tingkat konflik yang relatif kecil. Dalam titik ini, konsep
syariah patut diacungi jempol. Hanya sayang, polemik gadai emas syariah yang
menimpa nasabah BRI seakan menghapus catatan baik perbankan syariah. Cap
“syariah” semacam tidak cukup untuk membuktikan bahwa industri perbankan yang
diawali dengan niat baik ini tidak menyimpang.
Penjualan
paksa oleh Bank BRI terhadap emas nasabah berujung pada kerugian nasabah.
Seolah tidak ada pintu dialog yang terbuka setelah beleid dikeluarkan
oleh Bank Indonesia. Kasus ini seakan mengukuhkan pendapat kontra yang
menganggap bahwa “jeroan” bank syariah tidak ada beda dengan bank konvensional.
Sungguh memalukan.
Kasus
“Gadai Emas BRI” ini merupakan murni kasus perdata. Hukum perdata memliki
keunikan yaitu individu memegang peranan penting untuk mempertahankan atau
tidak haknya, sepenuhnya tergantung dari kehendaknya sendiri (Scholten,
1993:34). Dalam hal ini jalur penyelesaian yang dapat ditempuh tidak semata
litigasi tetapi juga non-litigasi.
Jalur
litigasi mungkin nampak menarik dengan janji-janji manis pengacara untuk
mememangkan hak kliennya. Romantika persidangan yang diwarnai perdebatan sengit
para pihak. Proses pembuktian yang rumit dan mendebarkan mungkin dapat
memadamkan rasa marah dan kecewa nasabah yang dirugikan. Namun apakah itu yang
terbaik?
Contoh
Kasus
Masalah
Gadai Emas, BI akan panggil BRI Syariah
Bank
Indonesia berencana akan memanggil Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dan
seniman Butet Kertaradjasa terkait masalah skema gadai emas. Direktur
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Edy Setiadi mengungkapkan, dalam
pertemuan tersebut BI akan mendengarkan penjelasan BRIS terkait kesalahpahaman
yang terjadi.
“Bank
Indonesia, dalam waktu dekat akan memanggil BRIS untuk memberikan penjelasan
mengenai permasalahan kesalahpahaman antara BRIS dan nasabahnya,” kata Edy
kepada VIVA news di Jakarta, Sabtu 15 September 2012. Sementara, untuk
melakukan proses mediasi, Edy menambahkan, BI masih mempelajari permasalahan
lebih lanjut. “BI akan mempelajari permasalahan tersebut terlebih dahulu
sebelum melakukan tindak lanjutnya,” ujarnya.
Seperti
diberitakan sebelumnya, Gadai Emas, produk gadai di bank syariah, yang sempat
dipermasalahkan Bank Indonesia, akhirnya menuai kasus. Seniman Butet Kartared
jasa mengadukan produk gadai syariah Bank Rakyat Indonesia Syariah karena
dianggap merugikan nasabah.
Butet
menjadi nasabah gadai emas BRI Syariah di Yogyakarta pada Agustus 2011. Ia
menggadaikan emasnya, dengan modal 10 persen dari keseluruhan harga emas, BRI
Syariah memberikan pembiayaan sebesar 90 persen. Butet mencicil sejumlah uang
yang dipersyaratkan.
Ketika
jatuh tempo pada Desember 2011, nasabah diberikan opsi ketika harga emas turun
nasabah diminta menanggung penurunan harga dari harga emas semula. Butet
menolak opsi tersebut.
BRI
Syariah juga memberikan opsi memperpanjang masa jatuh tempo sebanyak dua kali,
namun kerugian penurunan harga tetap harus ditanggung Butet. BRI juga meminta
emas yang dimiliki Butet dijual.
“Saya
minta skema diperpanjang dalam tiga tahun, karena ketika harga emas naik
silahkan dijual, jadi win-win solution,” ujar Butet.
BRI
Syariah akhirnya menjual kepemilikan emas Butet dengan alasan hal itu sudah
tercantum dalam perjanjian. Karena merasa menjadi korban, ia akan
mengajukan class action.
Penyelesaiannya
Metode
berkebun emas ini memang membutuhkan modal untuk membeli logam mulia pertama
dan menyiapkan uang tunai untuk menutup selisih kekurangan harga pembelian
logam mulia kedua hingga kelima. Sebagai ilustrasi, Anda membeli logam mulia
seberat 10 gram yang langsung digadaikan. Jika uang gadai yang diberikan bank
syariah sebesar 85%, dana yang diperoleh setara dengan 8.5 gram. Oleh sebab
itu, ketika akan membeli logam mulia 10 gram kedua, perlu dana tambahan setara
dengan logam mulia seberat 1.5 gram ditambah biaya penyimpanan logam mulia di
bank syariah. Demikian seterusnya, hingga mencapai logam mulia yang
dikehendaki. Setelah mencapai logam mulia terakhir, misalnya kelima, Anda
sebaiknya menjual logam mulia tersebut. Tentunya ketika harga logam mulia sudah
meningkat minimal 30%. Mengapa 30% ? kenaikan 30% ini diperlukan agar hasil
penjualan dapat menutup biaya biaya gadai empat keeping logam mulia yang ada di
bank syariah dan hasil penjulan logam mulia terakhir inilah yang dipergunakan
untuk menebus empat keping logam mulia di bank syariah, saat inilah biasa
disebut masa panen emas.
Kenaikan
harga emas yang konsisten disebabkan oleh dua hal, pertama, konsumsi penduduk
Indonesia terhadap logam mulia ada di peringkat 14 dunia (China ada diperingkat
ke satu dan India ada di peringkat ke dua). Kedua, Indonesia adalah penghasil
emas ketujuh terbesar didunia, jika permintaan emas terus bertambah, maka harga
emas akan terus meningkat.
Jalur
non-litigasi atau biasa disebut Alternative Dispute Settlement (ADS)
menjadi opsi alternatif untuk penyelesaian sengketa yang sedang terjadi dalam masalah
Gadai Emas. Oleh para sarjana, metode ini dianggap paling efektif untuk
menyelesaikan sengketa bisnis karena biayanya relatif lebih murah daripada
menggunakan jalur litigasi. Di Indonesia konsep alternatif penyelesaian
sengketa sudah semakin familiar dengan UU No. 30 tahun 1999.
Spesifik
untuk masalah perbankan, metode-metode jalan tengah sudah dimulai dengan
terbitnya Peraturan BI No. 7/7/PBI/2005. Kemudian berubah dengan No.
8/5/PBI/2006, dan kini telah disempurnakan dengan Peraturan No. 10/1/PBI/2008.
Intinya, dibuka kesempatan mediasi antara Bank dengan Nasabah dimana Bank
Indonesia memfasilitasi mediasi ini.
Penelitian
yang dilakukan oleh seorang dosen fakultas hukum UGM menunjukkan bahwa mediasi
perbankan oleh Bank Indonesia cukup efektif. Untuk kurun waktu 2006 saja ada
85% kasus yang berhasil di mediasi dan meningkat pada 2007 menjadi 87%
(Herliana, 2010:42). Ini menunjukkan bahwa penyelesaian tidak terus-menerus
harus menggunakan litigasi.
Sangat
disayangkan apabila polemik gadai emas ini merembet ke ranah hukum dan terpaksa
harus diselesaikan di pengadilan. Tidak hanya akan mencoreng konsep syariah
sebagai alternatif perekonomian, juga antipati masyarakat akan bertambah
terhadap kegiatan perbankan. Tentu pengalaman pahit pada tahun 1998 – tatkala rush terjadi
dan menyebabkan collapse industri perbankan tanah air – tidak ingin di
ulangi. Caranya hanya satu yakni dengan tetap menjaga kepercayaan nasabah.
Untuk itu, mediasi adalah pilihan terbaik.
Namun
satu hal, pelaksanaan mediasi harus dilakukan sepenuh hati. Pengalaman dan
pengamatan penulis menunjukkan bahwa hampir selalu mediasi gagal justru
disebabkan mediator. Parsialitas dan kepongahan ekspertisme mediator
menyulitkannya untuk menemukan dan menangkap keinginan para pihak. Mediator
sepatutnya mengingat bahwa mediasi ada untuk mempertemukan kepentingan para
pihak, bukan justru membenturkan kepentingan-kepentingan tersebut.
Sepatutnya
polemik gadai emas syariah ini dipakai sebagai momentum untuk meletakkan
pondasi penyelesaian sengketa perekonomian yang bermartabat dan dengan
cara-cara kekeluargaan. Ini akan membawa pemahaman baru bahwa cap “syariah”
tidak hanya untuk mencari nasabah. Lebih dalam lagi, konsep ke-syariah-an
dibuktikan dengan adanya keinginan dan itikad baik mencari pemecahan yang win-win
solution. Apabila mediasi berhasil, polemik hari ini akan menjadi preseden di
tanah air bahwa mediasi telah menjadi kultur berbisnis dan menunjukkan bahwa
produk-produk perbankan tanah air bukanlah produk bodong.
Metode Berkebun
Emas merupakan sistem pengembangan investasi yang terus berevolusi. Saat
ini, banyak masyarakat Indonesia yang membeli Logam Mulia untuk
kemudian disimpan hingga harga jualnya meningkat. Pada saat membutuhkan uang
dadakan masyarakat juga terkadang menggadaikan logam mulia yang dimilikinya.
Kini logam mulia yang digadaikan dapat “dikembangbiakan” agar menghasilkan
logam-logam mulia baru dengan dua pertiga modal ditanggung oleh lembaga
keuangan penyedia jasa gadai, seperti bank syariah.
Kita
harus memilih lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan
penitipan yang paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga
gadai yang memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan
kembali untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang
dibutuhkan tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang
skema pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan
biaya asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar
lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk
dalam biaya administrasi.
Kesimpulan
Kita
harus bisa memilih lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan
penitipan yang paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga
gadai yang memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan
kembali untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang
dibutuhkan tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang
skema pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan
biaya asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar
lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk
dalam biaya administrasi.
Saran
Saran
saya , seharusnya pihak perbankan memperbaiki sistem syariah yg biasanya
terjadi pada penanganan gadai emas. Dan Selain itu , pihak bank juga harus
menjelaskan secara detail mengenai sistem gadainya dari awal sebelum nasabahnya
memutuskan untuk menggadaikan emas miliknya kepada bank tersebut atau tidak dan
bagi nasabah yang ingin menggadaikan emasnya juga harus bertanya kalau masih
belum mengerti mengenai sistem gadainya yang sudah dijelaskan.
Kita
harus jugs memilih lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan
penitipan yang paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga
gadai yang memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan
kembali untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang
dibutuhkan tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang
skema pengamanannya. Ada beberapa dari lembaga gadai emas syariah memberlakukan
biaya asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar
lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk
dalam biaya administrasi.
masalah
yang sering timbul adalah jika harga emas menurun, nasabah harus menanggung
resiko untuk menjual emasnya yg harganya turun agar menutupi bunga yg di
dapat dari nasabah yg tidak sama dengan harga emas yang sedang turun.
Seharusnya pihak bank jangan terlalu khawatir mengenai harga emas yang turun
dikarenakan grafik atau pertumbuhan suatu harga tidak selamanya naik keatas ada
masanya dia akan turun kemudian naik lagi itu tergantung dari permintaan dan
penawaran selain itu juga dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi yang sedang
baik atau kurang baik. masalah ini sering terjadi karena cara kerja perbankan
Syariah masih belum cukup membuat nasabah senang jika kerugian masih
dianggap besar.
Kasus
ke 2 :
INILAH.COM, jakarta – Selama
periode 2011, Bank Indonesia (BI) mencatat kasus sengketa antara bank dengan
nasabah di bidang sistem pembayaran, paling banyak didominasi sengketa kartu
kredit.
Hal
itu terjadi karena banyak kartu kredit yang hilang dan digunakan orang lain
yang tidak berhak. Demikian disampaikan Ketua Tim Mediasi Perbankan Bank Indonesia,
Sondang Martha Samosir dalam keterangan tertulis, Jumat (6/1).
“Data
penyelesaian sengketa bank dengan nasabah tahun ini meningkat 83% dibandingkan
tahun 2010 lalu. Dari total permohonan penyelesaian sengketa yang diterima pada
tahun 2010 sebanyak 278 sengketa menjadi 510 kasus. Paling banyak di penyaluran
dana 246 kasus dan sistem pembayaran 204 kasus,” kata Sondang.
Sondang
menjelaskan bahwa di bidang penyaluran dana, permohonan penyelesaian sengketa
didominasi dengan permohonan restrukturisasi kredit baik kredit konsumsi maupun
kredit modal kerja.
Menurutnya,
peningkatan permohonan meningkatnya informasi mengenai keberadaan dengan secara
mediasi perbankan yang difasilitasi Bank Indonesia dikarenakan tingginya
ekspektasi masyarakat terhadap eksistensi Bank Indonesia terkait perlindungan
nasabah.
Selain
itu, kekurang pahaman nasabah mengenai karakteristik sengketa yang dapat
dimediasi. Berikuat data lengkap BI terkait permohonan sengketa nasabah dengan
bank: penyaluran dana 246 kasus, sistem pembayaran 206 kasus, penghimpunan dana
47 kasus, produk kerjasama 4 kasus, produk lainnya 4 kasus, di luar
permasalahan produk perbanakan 3 kasus.
Sebenarnya,
masyarakat dapat mengupayakan sengketanya dengan bank melalui Mediasi
Perbankan. Namun masalah yang menjadi sengketa merupakan sengketa keperdataan
antara nasabah dengan bank. Untuk nilai tuntutan finansial paling banyak Rp500
juta.
Selain
itu nasabah atau pengadu juga tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan
keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya,
Pernah diupayakan penyelesaiannya oleh bank (melalui mekanisme pengaduan
nasabah), dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi
oleh Bank Indonesia.
Kesimpulan
dan saran :
Dalam
kasus penyelesain sengkata mengenai kartu kredit ini seharusnya pihak
pemerintah atau pihak bank dapat bertindak lebih bijaksana terhadap kasus-kasus
sengketa karena nasabah yang mungkin masih awam dalam dunia perbankan sebaiknya
pihak bank menghimbau agar nasabah lebih berhati-hati dalam menjaga kartu
kreditnya dan seharusnya saat kartu kreditnya hilang segera lapor ke bank yang
bersangkutan agar pihak bank bisa langsung memblokir atau menonaktifkan kartu
kredit anda supaya orang yang menemukan atau mengambil kartu kredit tersebut
tidak bisa menggunakan kartu kredit anda dan anda tidak harus membayar mahal
biaya kartu kredit anda yang hilang dikarenakan digunakan oleh orang lain. Itu
adalah solusi dan antisipasi yang cepat agar kartu anda tidak digunakan
sembarangan saat kartu kredit anda hilang.
Daftar Pustaka
Sumber
: